Sunday, March 2, 2014

THE CHOSEN ONES



Awas. Panjang terpaling amat.


Ada dua kisah yang ingin saya kongsi hari ini. Sama ada ia kebetulan atau takdir, anda tentukanlah di akhirnya nanti.


Oh dan saya yakin kisah kisah ini sangat dekat dengan kebanyakan daripada mereka
yang.....

***


Umar bin Khattab ra terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya.
Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:



“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,

“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.

“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”,

“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.

“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.



Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya :



“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,

“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka

“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram

“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.



Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:



“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”



Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.


Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci”


Kemudian beliau terus membaca :
Hingga ayat :



 “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)



Beliau berkata :



“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :


“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.


Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:



“Ada apa ?”.

“Umar” Jawab mereka.

“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.


Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata :


“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.


Maka berkatalah Umar :



“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .



Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.


Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang musyrik, sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin.


(Raheeq Maktum)




***


Kisah Umar al Khattab di atas ada kaitan rapat dengan surah Thahaa.

Tahukah anda, yang menariknya dalam Surah Thaaha, ada menceritakan tentang perjalanan hidup nabi Musa a.s kembali ke kampung halamannya di Mesir setelah 10 tahun melarikan diri daripada Kaum Qibti.


Al-Syahid Sayyid Qutb melahirkan pandangan yang amat menarik dalam penulisannya Fi Zilal al-Quran mengenai kepulangan Nabi Musa as. Inilah babak pertama Nabi Musa dalam surah ini yang berkisar tentang kepulangan. Setiap manusia dia akan terasa suatu ikatan yang amat kuat dengan tempat asalnya.

Sepuluh tahun dahulu, Nabi Musa a.s terpaksa menyelamatkan dirinya setelah terlibat dengan konflik perbalahan di antara dua bangsa Qibti dan Israil. Konflik bangsa yang sia-sia dan tiada masa depan di bumi Mesir. Tetapi baginda menjadi mangsa keadaan.

Baginda yang terperangkap dalam konflik tersebut secara tidak sengaja membunuh seorang yang berbangsa Qibti sewaktu menyelamatkan seorang lagi yang dizalimi kebetulannya dari keturunan bani Israil. Demi mengelak mudarat dan hukuman yang takkan berpihak kepadanya, Nabi Musa a.s terpaksa mencari jalan keluar dari Mesir.


Dalam suasana semasa yang akan menyebabkan baginda tidak akan mendapat pembelaan yang adil bahkan boleh jadi hukumannya jika dia terus berada di Mesir, bukan hayatnya sahaja yang terancam tetapi seluruh keluarganya yang ditangkap dan dibunuh, lalu Nabi Musa dengan rasa pahitnya sehelai sepinggang membawa diri sehingga ke Madyan. Baginda merasakan awan akan terus menerus mendung dan membawa hujan rupanya ketentuan Allah lebih hebat.

Rupanya ada sinar mentari yang bersinar di sebalik mendungnya awan. Siapa menyangka ada pelangi yang indah selepas turunnya hujan. Allah sediakan beberapa penawar di Madyan. Nabi Musa bukan sahaja mendapat jodoh tetapi berjodoh dengan seorang puteri seorang nabi dan mendapat tarbiyah di bawah bimbingan Nabi Syu’aib as sehingga genap sepuluh tahun.


Antara babak awalan dalam Surah Taha ini menceritakan detik-detik kepulangan Nabi Musa. Allah taala bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w

Apakah sampai kepadamu kisah Musa?”
(Thaaha:9)


Seperti yang dinyatakan, nabi Musa dalam perjalanan pulang ke Mesir, tiba tiba dipertengahan itu, berlaku suatu babak yang mengubah misi perjalanan dan hidup Musa a.s secara totalitas.



Ketika dia melihat api, lalu berkatalah dia kepada isterinya: Berhentilah! Sesungguhnya aku ada melihat api semoga aku dapat membawa kepada kamu satu cucuhan daripadanya atau aku dapat di tempat api itu: Penunjuk jalan.

Maka apabila dia sampai ke tempat api itu (kedengaran) dia diseru: Wahai Musa! Sesungguhnya Aku Tuhanmu! Maka bukalah kasutmu, kerana engkau sekarang berada di Wadi Tuwa yang suci.

Dan Aku telah memilihmu menjadi Rasul maka dengarlah apa yang akan diwahyukan kepadamu

(Thaaha :10-13)


Rupa-rupanya pada malam tersebut, baginda bukan lagi insan biasa. Tetapi diangkat sebagai seorang Nabi dan Rasul untuk Bani Israil. Baginda juga ditemukan dengan cahaya dan dianugerahkan dengan bukti-bukti mukjizat sebagai peneguh hujah dan risalah.

Setelah itu, perjalanan pulang ke Mesir bukan lagi sekadar suatu misi pulang ke kampong halaman untuk melepaskan kerinduan kepada tanah tumpahnya darahku serta merindukan masakan ibu eh. Tetapi misi nya cukup besar, untuk menyampaikan amanah yang sangat besar lagi dahsyat.



***


Sekarang, nampak tak persamaan kedua-dua kisah di atas?

Pertamanya, dua-duanya ada kaitan dengan surah Thaaha. Nampak tak permainan dia? Mungkin ini satu teori konspirasi mata satu? Tambahan pula di Mesir ada pyramid. Eh


Apa yang saya ingin highlight di sini ialah situasi bagaimana kedua-dua individu di atas dipilih oleh Allah untuk menjadi sebahagian daripada pengemban risalah nya itu.

Menariknya, kedua dua mereka berada dalam suatu perjalanan, yang misi asalnya jauh sekali daripada misi hidup mereka yang sebenar.


Umar di awalnya ingin pergi membunuh Rasulullah kerana tidak tertahan lagi melihat perkembangan orang Islam yang makin menjadi-jadi. Tapi dipertengan jalan, Allah ‘tune’ sikit, sehinggalah akhirnya membawa Umar kepada Islam.

Nabi Musa pula, juga dalam perjalanan, pulang ke Mesir. Yelah. Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri, tetap rasa rindu untuk pulang itu hadhir dalam jiwa Musa yang belum diangkat menjadi nabi itu. Tapi di pertengahan jalan, berlakulah babak babak yang diceritakan di atas, sehinggalah jelas Allah rakamkan;


Dan Aku telah memilihmu menjadi Rasul


Kedua-duanya kebetulan?
Kedua-duanya konspirasi yang terancang ?

Baiklah.


Sekarang kaitkan dengan diri kita pula. Jika kita toleh ke belakang sejenak, rata rata dalam kalangan kita semua berada dalam satu perjalanan bersama misi yang pada mata kita waktu itu cukup besar.

Ada yang berada dalam misi untuk melaksanakan cita-cita sebagai duktur, enginur, guru tadika, usahawan top up dan sebagainya. Ada yang dalam perjalan untuk meraih anugerah dekan, merebut ticket ke luar Negara dan bermain salji di negeri orang.

Ada dalam kalangan kita berada dalam misi untuk untuk menggalas harapan ibu bapa dan orang orang kampong, dalam misi untuk jadi anak muda pertama di taman perumahan kita yang berjaya menjejakkan kaki ke menara gading di luar Negara.

Mungkin ada dalam kalangan kita dalam suatu perjalanan untuk belajar mencari pengalaman hidup di pusat pusat pengajian tinggi. Dalam usaha mendapatkan tempat yang terbaik, untuk tamat belajar sebagai graduan yang kompeten dan mapan pengetahuannya serta mampu mendepani agenda agenda serta pelbagai teori konspirasi yang memeningkan kepala umat hari ini.

Bahkan ada juga mungkin dalam kalangan kita berada di alam pekerjaan, sedang menjalani saki baki hidup kita seperti masyarakat amnya, dalam usaha menjadi pekerja yang cemerlang, produktif dan tinggi kualitinya kepada majikan.

Ada juga dalam kalangan kita dalam pengembaraan untuk melengkapkan diri dengan selok belok kehidupan sebagai persiapan menjadi suami atau isteri mithali kepada bakal pasangan masing-masing. Dalam misi itu, kita belajar memasak, menguruskan kewangan, menguruskan masa dan sebagainya.

Dan ada juga dalam kalangan kita.....

Ok sebenarnya kalau nak tulis misi hidup kita sebelum ini memang boleh dimuatkan dalam satu Harian Metro.


Namun, regardless all those missions,

Di pertengahan jalan, Allah tune hidup kita. Kita disapa dengan hidayah. Dipertemukan dengan tarbiyah dan dakwah. Lalu akhirnya kita terperangkap dalam teori konspirasi yang bermula sudah lama ini, sejak manusia pertama lagi.

Kita, ya, sememanganya, baik secara individu atau kolektif telah dipilih khas oleh Allah untuk dijadikan sebahagian daripada sejarah perjalanan risalah ini.


“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim.

Dia telah menamai kamu sekalian orang muslim dari dahulu....”
(Al Hajj :78)


Nah.

Sekarang anda nak cakap ini kebetulan lagi ? Sudah tentu tidak. Allah telah menamakan kita semua untuk dijadikan sebagai pejuang agamanya. Apa anda ingat semua perancangan ini Allah lakukan seminggu sebelum anda bersama gerabak asing dan janggal ini ?

Sudah tentu tidak bukan.

Kita, the chosen ones.


Maka saudaraku,


Berbekalkan semangat ini, kembalilah bertenaga atas jalan ini. Buktikanlah kita benar benar orangnya. Kita, bersama Umar al Khattab dan Musa a.s dan pejuang pejuang lain, berjalan atas jalan yang sama, misi yang sama sebenarnya.

Maka,

“Hendakhlah engkau berbangga diri kerana telah berafiliasi kepada Allah”

-Hassan al Banna

4 comments:

Anonymous said...

ini...
ini...
ini...

sumpah osem!

wallahi!
semangat!
Allahu Akbar!

Anonymous said...

masyaallah, naik semangat lepas baca ni

Ammar Hanapiah said...

Allahuakbar. mcm mnela anta boleh terfikir nak kupas isu ini. adehh

Inspector Saahab said...

Bukan isu pon :p